Moment Epic Ketika Traveling Kala Pandemi

Jika kita flashback ingatan tiga tahun yang lalu, saat pandemi covid pertama kali masuk ke Indonesia. Aku ingat betul pembatasan kegiatan di luar rumah pertama kali dilakukan tepat dua minggu setelah perjalanan aku dan teman-teman dari Jogja.

Sejak saat itu larangan bepergian dan pembatasan  pembatasan kegiatan di luar rumah mulai dilakukan. Semua kegiatan tatap muka dihentikan, digantikan dengan kegiatan online meet. Mulai dari sekolah dari rumah hingga bekerja dari rumah.

Banyak yang memprediksi suasana seperti ini akan berlangsung puluhan tahun. Hingga kita bisa berkegiatan normal seperti sedia kala. Namun setahun kemudian, pandemic covid mulai mengalami penurunan. Mulai muncul berbagai pencegahan penyebaran virus ganas ini.

Dan mulailah gaya hidup new normal yaitu cara hidup baru sebagaimana kehidupan normal dengan menerapkan beberapa kebiasaan baru seperti membiasakan mencuci tangan menggunakan sabun, menggunakan masker, menghindari kerumunan dan membatasi kegiatan di luar rumah.

Mulai diperbolehkan untuk bepergian keluar kota dengan syarat menunjukkan kartu vaksinasi dan hasil negative tes PCR atau antigen serta surat tugas dari kantor. Untuk bepergian antar kota cukup menunjukkan hasil negative tes antigen, sedangkan untuk bepergian luar pulau wajib menyertakan hasil negativet tes PCR.

Pertengahan tahun 2021 laju pernyebaran virus covid mulai melandai. Peraturan untuk bepergian mulai diperlonggar, dan tepat di tanggal 15 Oktober 2021 aku melakukan perjalanan pertama kali setelah pandemic covid.

Banyak kejadian-kejadian epic yang rasa-rasanya nggak jarang terjadi di hari-hari normal biasanya. Ada sisi menyenangkan ada pula sisi yang menyebalkannya.

Momen-momen Epic Traveling Saat Pandemi

Berikut kisah beberapa kejadian langka yang beberapa mungkin terjadi ketika traveling waktu pandemic.

Private Tour

Karena kebanyakan orang masih takut untuk melakukan traveling jadi hampir semua tempat wisata yang aku kunjungi itu masih sepi. Bahkan beberapa hanya kami yang ada di sana.

Pergi ke pantai yang ada hanya beberapa penduduk local yang terlihat pergi melaut. Ada satu dua penduduk yang duduk di pinggir pantai dengan menjual makanan ringan dan minuman. Berasa pantai milik pribadi.

Pantai Burong Mandi, Manggar

Tak hanya pantai, kala itu kami juga pergi ke rumah adat yang menjadi museum dengan koleksi peralatan adat. Di sana juga hanya kami pengunjungnya. Jadinya berasa private tour gitu.

Antara seneng dan sedih sih liatnya. Seneng karena tempat wisatanya bisa dinikmati sendiri secara pribadi. Mau ngapain aja bisa nggak ada pengunjung lain yang mengganggu. Tapi ya sedih juga bisa bertemu dengan traveler lain, kondisi pariwisata yang lesu dan keluhan pelaku wisata local tentang mata pencaharian mereka.

Akomodasi Lebih Murah

Suasana bandara Soekarno - Hatta

Setelah sekian lama tak beroperasi, jadi ketika diperbolehkan beroperasi kembali membuat beberapa maskapai penerbangan memberikan harga agak rendah. Jadinya traveling jadi lebih hemat karena biaya transportasinya yang menyusut.

Tak hanya harga tiket pesawat, harga hotel pun jatuhnya banyak. Hotel-hotel memberikan banyak promo khusus buat menjaring pelanggan. Waktu itu dapat hotelyang berada di pusat kota dengan harga 200ribuan aja. Udah termasuk sarapan dan fasilitas yang sangat bagus.

Sewa kendaraan juga tergolong mura waktu itu. Prosesnya pun cepat dan mendapatkan kendaraan yang lumayan bagus, dengan armada keluaran tahun yang masih baru. Jadi nyaman banget dibuat berkendara.

Jalanan Masih Sepi

Karena tidak banyak orang yang berkunjung jadi jalanan  menuju tempat wisata yang kami singgahi jadinya masihsepi banget. Hanya penduduk local yang terlihat melintas.

Satam Square Belitung

Rada ngeri juga si waktu itu, karena kami berkendara malam untuk balik ke Tanjung Panda Manggar. Karena terlalu asik berkeliling Kota Manggar jadinya kami kesorean waktu balik. Sedangkan perjalanan dari Manggar ke Tanjung Pandan lumayan jauh yaitu sekitar 2 jam perjalanan.

Jalur menuju Tanjung Pandan juga rada ngeri karena melewati beberapa perkebunan kelapa sawit, di mana lampu jalannya kadang ada kadang tidak. Kendaraan yang lewat pun jarang. Kadang hanya ada satu dua mobil yang lewat dan kami memanfaatkan sorot lampunya yang terang untuk melihat jalan.

Jika tidak ada mobil yang lewat kami harus mengawaskan pandangan karena penerangan hanya berasal dari lampu sorot motor saja. Namun, Alhamdulillah kamibisa sampai di Tanjung Pandan dengan selamat.

Itu tadi beberapa moment epic yang mungkin hanya terjadi ketika traveling kala pandemic.


Tidak ada komentar

Posting Komentar