Dwi Nur Alif Setiawan, Merajut Mimpi Lewat Nada

komunitas pejuang mimpi
Anggota Komunitas Pejuang Mimpi
 “Mimpi adalah daya hidup, tanpa mimpi manusia layaknya daging yang hanya punya nama. Raganya bisa saja hidup tapi jiwanya mati”.

Semua orang berhak untuk bermimpi, karena mimpi akan membuat hidup menjadi lebih hidup. Tak terkecuali dengan mereka yang memiliki keterbatasan fisik maupun intelektual.

gran mercure mirama

Hari Selasa, 10 Oktober 2023 kemarin bertepatan dengan Anniversary Grand Mercure Mirama Malang, aku berkesempatan hadir dalam acara Talk Show and Disabled Talent Show dari Komunitas Pejuang Mimpi. Sebuah pengalaman yang sangat berharga bisa melihat teman-teman disabilitas menunjukkan bakat mereka.

Diawali dengan penyerahan simbolik karya seni lukis kepada Bapak Sugito Adi selaku GM Grand Mercure Mirama Malang dan dilanjutkan dengan menampilkan performa dari teman disabilitas anggota Komunitas Pejuang Mimpi.

Its so amazing bisa melihat mereka (teman-teman disabilitas) bisa memberikan penampilan yang sangat apik kepada semua yang hadir dalam acara tersebut. Berbagai pertunjukan bakat mereka diantaranya seperti seni tari topeng malangan, paduan suara dengan diiringi band hingga peragaan busana dengan desainernya dari anak-anak ADHD.

Selain menampilkan performa dari teman-teman disabilitas, acara juga dimeriahkan oleh para orang tua mereka. Para Super Mom ini melakukan paduan suara dengan menyanyikan lagu Saat kau Telah Mengerti – Virgoun Tambunan. Lantunan lagu dari para Super Mom ini membuat suasana mengharu biru.

Tidak mudah untuk bisa menjadi seperti mereka. Begitu besarnya kesabaran dan keiklasan mereka dalam mendidik dan merawat putra-putri mereka dengan segala keterbatasannya.

super mom

“Mungkin ada rencana Tuhan dalam keluarga kami, dititipin anak special ini. Saya sebagai ibu khususnya, meminta petunjuk dari Tuhan, apa yang harus dilakukan untuk mendampingi anak saya ini” (Mama Albert, Gitaris Dream Band)

Besarnya kasih sayang mereka kepada anak-anak mereka, membuat mereka mampu melakukan apapun demi anak mereka. Perjuangan para Super Mom ini tak hanya harus diacungi jempol tapi juga harus diapresiasi.

Mengasuh anak dengan keterbatasan mental sendirian tentunya sangat melelahkan. Mereka, para orang tua juga butuh tempat untuk saling berkeluh kesah, bertukar pengalaman dengan orang tua lainnya yang memiliki kondisi yang sama, berkembang bersama, dan merajut mimpi bersama. Dan Komunitas Pejuang Mimpi memberikan ruang tersebut kepada mereka.

“Saya bingung dengan bakat Dwi, sudah berbakat tapi tidak ada wadah atau tempat untuk mengembangkan bakat Dwi. Dari situlah saya bertemu dengan Bu Sri Rahayu di salah satu komunitas disabilitas Kota Malang. Lalu sama Bu Sri Rahayu, Dwi dimasukkan ke Komunitas Pejuang Mimpi dan dibimbing hingga akhirnya berhasil”, tutur Bu Sugiati (Mama Dwi, Pianis Dream Band)

Komunitas Pejuang Mimpi menjadi solusi buat para orang tua dari teman disabilitas yang ingin mengembangkan bakat dan minat dari anak-anak mereka. Salah satu progressnya adalah dengan terbentuknya Dream Band, sebuah Band yang digaungi oleh anak-anak muda disabilitas.

Dream Band terdiri dari Dwi (Pianis), Albert (Gitaris), Fina dan Jordy. Band besutan dari Komunitas Pejuang Mimpi ini pertama kali tampil dalam acara yang dilaksanakan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Lagu yang mereka bawakan waktu itu adalah Walau Ku Tak Sempurna.

Dan penampilan mereka dalam rangkaian acara Anniversary Grand Mercure Mirama Malang kali ini merupakan penampilan mereka yang kedua. Mereka mengiringi paduan suara teman-teman disabilitas saat menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun dari Jamrud. Penampilan mereka pecah abis, para undangan dan tamu yang datang ikut bernyanyi dan menikmati iringan musik mereka.

Mengenal Lebih Dekat Personil Dream Band

Setelah acara selesai, aku berkesempatan berbincang dengan dua orang tua dari personil Dream Band.

Dwi Nur Alif Setiawan

 

Dwi Nur Alif Setiawan

“Dwi pingin masuk TV dan bertemu dengan Pak Joko Widodo”, ucap Dwi ketika ditanya ibunya tentang impiannya.

Mimpi bisa menjadi pemantik untuk mengembangkan diri demi mewujudkan apa yang diinginkan. Seperti halnya Dwi, serorang penyandang tuna grahita yang mampu memainkan nada-nada indah dengan pianonya.

Remaja berkulit sawo matang ini didiagnosa mengalami diffa grahita ketika masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Hal ini pertama kali disadari oleh Bu Sugiati ketika melihat anak keduanya ini yang lebih suka menyendiri daripada bermain dengan teman-temannya.

Ibu mana yang tidak sedih ketika melihat anaknya mengalami keterbatasan intelektual. Nggak tau harus melakukan apa dan rasa bersalah hinggap dalam diri Bu Sugiati saat pertama kali mendengar hasil diagnosa tersebut.

“Kami konsultasi ke psikolog mengenai kondisi Dwi. Setelah konsultasi kami mendapat arahan. Selain itu, kami silahturahmi ke guru mengaji, menanyakan apa yang harus kami lakukan.  Sehingga kami bisa lebih banyak bersyukur dan iklas atas keadaan Dwi. Dwi adalah amanah yang harus kami jalani”, seperti itulah cerita dari Bu Sugiarti ketika pertama kali mengetahu kondisi anak ragilnya ini.

penyandang tuna grahita

Buah kesabaran dan ketalatenan Bu Sugiarti dalam mendidik dan merawat Dwi hingga akhirnya Dwi bisa menjadi remaja berprestasi layaknya anak-anak normal lainnya.

“Dwi itu awalnya suka nulis mbak”, tutur Bu Sugiati ketika aku tanyakan tentang passionnya.

Beberapa lomba tulis puisi telah dimenangkan oleh Dwi. Dan hebatnya lagi Dwi sudah menerbitkan buku antologi puisi bersama kawan-kawannya yang berjudul “Batu-batu, Mata Abu dan Rindu”, terbitan SIP Publishing.

kumpulan puisi
Setelah beberapa kali memenangkan lomba menulis puisi, Bu Sugiati berupaya menggali potensi Dwi lainnya, dengan mengubah puisi ciptaan Dwi menjadi lagu.

“Saya coba  bagaimana puisi Dwi bisa dijadikan lagu”, tuturnya.

Beliau membicarakan idenya tersebut dengan kepala sekolah tempat di mana Dwi belajar. Dan ide tersebut mendapat respon yang positif. Kepala sekolah SLB EKA MANDIRI, bersedia membuatkan aransemen lagu untuk puisi milik Dwi. Dan terciptalah sebuah lagu berjudul “Walau ku Tak Sempurna”

Rupa-rupanya Bu Sugiati ini merupakan seorang ibu yang sangat peduli dengan perkembangan anaknya. Tak berhenti dengan mendampingi Dwi menciptakan lagi, tapi ibu hebat satu ini juga terus berusaha untuk mengembangkan bakat Dwi terutama dalam bermain alat music, dalam hal ini adalah piano.

Piano bukanlah alat music baru bagi Dwi, dia sudah mahir bermain piano sejak berada di Sekolah Dasar. Bahkan dulu saat kelas 3 SD sudah mengiringi paduan suara saat acara disabilitas di Fakultas Psikologi Universitas Muhamadiyah Malang.

Dari sanalah awal mula masuknya Dwi menjadi personil dari Dream Band besutan Komunitas Pejuang Mimpi. Sebuah band yang diinisiasi oleh founder Komunitas Pejuang Mimpi saat melihat talenta dan semangat anak-anak guna mencapai apa yang diimpikannya.

Dwi seorang anak diffa grahita yang merajut impiannya lewat nada-nada indah untuk bisa tampil di di televisi dan bertemu dengan Presiden Joko Widodo.Semoga apa yang menjadi impian Dwi bisa terwujud.

keluarga dwi
Buat para orang tua yang dikaruniai anak-anak special seperti Bu Sugiati, berikut pesan Bu Sugiati.

“Mari bersama-sama satu keluarga Bersatu dan bekerjasama membimbing dan memberi semangat anak istimewa kita meraih mimpi. Yakin dan semangati anak-anak kita dalam menggapai dan meraih cita-citanya”.

“Jika hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang-Ku, maka (jawablah), “Aku dekat. Aku akan mengabulkan permohonan orang yang berdoa jika ia memohon kepada-Ku.” (QS Al-Baqarah 186) 

Lanjutan ceritanya : Gitaris Handal Dream Band, Stefanus Albert Chandra




Tidak ada komentar

Posting Komentar