Menilik kembali film Taare Zaamen Par yang beberapa bulan lalu pernah aku review, kali ini aku akan membahas dari sisi parenting. Meskipun belum mempunyai anak, mempelajari ilmu parenting rasanya juga penting untuk bekal aku nantinya. Dari film yang disutradarai Amir Khan ini banyak sekali pesan-pesan penting dalam pendidikan anak.
Tak ada orang yang benar-benar sama di dunia ini, begitu juga dengan anak. Setiap anak pasti memiliki kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing. Mereka lahir membawa keistimewaan mereka sendiri. Meskipun mereka merupakan saudara sedarah, bahkan anak kembarpun memiliki perbedaan karakter dan kemampuan. Menginginkan pencapaian yang sama dari mereka adalah sebuah kemustahilan.
UlasanFilm ini bercerita tentang seorang anak lelaki berusia 8
tahun bernama Ishaan Awasti. Dia selalu mendapat nilai jelek disetiap mata
pelajaran. Hal ini dikarenakan dia tidak dapat membaca dengan baik dan selalu
salah dalam mengartikan kalimat. Semua gurunya tak mampu mengajari dan
menganggap dia sebagai pembangkang dan anak nakal. Dia sering mendapat hukuman
di sekolah.
Mendapat laporan dari sekolah tentang kelakuan Ishaan, orang tua Ishaan memutuskan untuk memasukannya ke dalam asrama. Agar mendapat pendidikan yang keras sehingga tidak lagi membandel. Ishaan tidak mau, tapi orang tuanya memaksanya.
Selama berada di asrama dan jauh dari orang tuanya, dia merasa terbuang dan tak dianggap. Nilai pelajaranya pun tak kunjung membaik bahkan menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Dia menjadi lebih pendiam dan tak mau bersosialisasi. Merasa minder dengan teman-temannya. Dan lebih parahnya lagi dia tak lagi melukis, kegiatan yang paling dia senangi.Disaat seperti itu datanglah seorang guru seni baru bernama
Rham Sankar Nikhum. Guru ini mendapati bahwa ada yang berbeda dalam diri
Ishaan. Dia mampu mengetahui hal tersebut karena dia juga pernah mengalaminya.
Ishaan merupakan pengidap disleksia, sebuah gangguan dalam perkembangan baca
tulis yang umumnya terjadi saat anak berusia tujuh hingga delapan tahun. Mengetahui
hal tersebut, dia mengajari Ishaan membaca dan menulis dengan caranya.
Pelajaran yang bisa diambil
Dari film ini aku dapat mengambil sebuah pelajaran penting bahwa
setiap anak itu istimewa. Mereka punya minat dan bakat sendiri-sendiri. Yang perlu
kita lakukan sebagai orang tua adalah mengarahkan, mendukung dan menyuport
mereka pada apa yang mereka minati. Tak perlu membanding-bandingkan mereka,
kita saja pasti sebal ketika dibandingan, apalagi mereka.
Dalam film ini, Ishaan memiliki bakat dalam seni lukis. Dia memiliki
daya imajinasi yang tinggi, lalu menggambarkannya dalam kertas. Namun, orang
tuanya tak pernah melirik hal itu, mereka hanya focus pada nilai mata pelajaran
eksak di sekolahnya. Semua anak itu pintar dalam bidang mereka, ada yang pintar
dalam bidang eksak ada pula yang pintar dalam bidang seni. Tak pandai dalam
hitung menghitung bukan berarti dia bodoh. Hal inilah yang seringkali luput
kita pahami. Sama seperti orang tua
Ishaan, mereka menganggap bahwa mendapat nilai bagus adalah pintar. Padahal,
yang perlu kita pahami adalah tiap anak itu punya kelebihan di bidangnya
masing-masing.
Tak ada anak yang bodoh, mereka hanya belum mendapat metode pendidikan
yang baik dan tepat. Seperti halnya Ishaan dia tidak bodoh, hanya saja dia
belum menemukan metode pembelajaran yang tepat. Setelah diajari oleh Rham
Sankar Nikhum membaca dan menulis dengan caranya, dia pun akhirnya bisa membaca
dan menulis dengan baik. Nilai-nilai mata pelajarannya pun menjadi baik sama
seperti kakaknya.
Nanti, biarlah anak-anak kita yang memilih sendiri akan jadi
apa mereka kelak. Sebagai orang tua tugas kita adalah mengarahkannya. Memberi tau
mana yang benar dan mana yang salah. Jangan membebani mereka dengan apa yang
kita inginkan.
Tidak ada komentar
Posting Komentar