Peran Keluarga Sebagai Support Sistem Penyintas Kekerasan Seksual

Seneng banget kemarin dapat kesempatan untuk ikut acara sharing time yang diselenggarakan ODOP dan ICC bareng Kak Muyassarotul Hafidzoh. Dalam acara ini Kak Muyas membahas tentang peran keluarga sebagai support system penyintas kekerasan seksual.

 

Zoom meeting ODOP ICC

Kenapa keluarga? Karena keluarga merupakan lingkungan paling dekat. Sehingga peran keluarga sebagai support system untuk korban kekerasan seksual sangatlah penting. Ke mana lagi tempat pulang paling aman selain keluarga.

 

Kekerasan seksual bisa dialami siapapun, baik perempuan atau laki-laki. Namun dalam acara kali ini, Kak Muyas focus membahas korban perempuan. Seperti yang kita ketahui, kekerasan seksual memang sering terjadi pada perempuan. Lebih detailnya, yuk kita bahas.

 

Bentuk-bentuk ketidak adilan pada perempuan

 

Marginalisasi

wanita karir

Proses atau perlakuan peminggiran seseorang khususnya karena perbedaan jenis kelamin. Marginalisasi ini sering terjadi di lingkungan pekerjaan. Hal ini kerap terjadi karena kurangnya pemahaman seksualitas khususnya pada system reproduksi. Misal saat seorang buruh perempuan hamil atau melahirkan, jika dia izin atau tidak masuk kerja bisa diancam potong gaji atau bahkan pemutusan hubungan kerja.

 

Dalam jenjang karier, kadang juga terjadi pembedaan antara laki-laki dan perempuan. Meski memiliki kemampuan yang sama bagusnya dalam sebuah bidang, kadang laki-laki lebih mudah untuk mendapat promosi jabatan daripada perempuan. Laki-laki dianggap lebih mumpuni dibanding perempuan. Padahal hal tersebut terjadi karena masih banyaknya orang yang menjunjung budaya patriaki.

 

Subordinasi

 

perempuan dalam kepemimpinan

Masih adanya banyak orang yang memandang laki-laki lebih tangguh daripada perempuan. Sehingga dalam membari jabatan tinggi mereka lebih memprioritaskan kepda lelaki. Padahal harusnya perempuan juga memiliki kesempatan yang sama. Kemampuan kecerdasan bekerja tidak ditentukan oleh gender melainkan ditentukan oleh kapasitas dan kemampuan memikul sebuah tanggungjawab.


Kekerasan

kekerasan perempuan

 Seseorang yang diperlakukan kasar bukan dianggap sebagai subjek, tetapi objek yang wajar dijadikan pelampiasan. Telah banyak kasus yang tercatat bahwa perempuan sering dijadikan objek kekerasan oleh laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Tindakan tersebut terjadi karena masih ada anggapan kuasa dan superioritas laki-laki terhadap perempuan.

 

Sudah demikian, korban kekerasan jika melawan malah dianggap berdusta, mencemarkan nama baik, dan hanya sekedar mencari sensasi. Apabila tidak menaati perintah laki-laki atau suami malah dikatakan durhaka, dan melanggar perintah agama. Tentu ironi yang masih banyak ditemui di lingkungan sekitar kita

 

Stereotype atau pelebelan negative

 

Banyak stigma atau label yang melekat pada diri kita karena konstruksi sosial di masyarakat. Misalkan saja, perempuan harus bekerja pada ranah domestik, sedangkan laki-laki pada sektor publik. Anak laki-laki yang mudah menangis dianggap sebagai laki-laki yang lemah atau cengeng, bukannya dianggap sebagai ungkapan emosi yang wajar.

 

Beban ganda yang dipaksakan

 

Biasanya sering terjadi dalam ranah rumah tangga, perempuan yang berkarier di luar harus mengurus urusan domestik juga tanpa bantuan siapapun. Pembagian kerja tanpa kesepakatan seperti ini masih sering dialamatkan kepada perempuan sebagai korbannya. Bukannya malah saling membantu, ada pula laki-laki atau suami yang tidak membantu urusan rumah tangganya sendiri. Sedangkan laki-laki tersebut bisa jadi tidak banyak bekerja dan hanya bersantai saja.

 

Yang harus kita lakukan terhadap korban kekerasa seksual

 

  1. Melindungi korban supaya tidak mengalami ketidakadilan
  2. Mendukung sepenuhnya korban untuk terus bangkit kembali
  3. Melakukan proses hukum dengan meminta bantuan LBH terdekat
  4. Mengobati korban baik luka fisik maupun psikis
  5. Dampingi selalu sampai korban bisa kembali pulih

 

Masih banyak korban kekerasan seksual yang tidak berani untuk melaporkan apa yang terjadi terhadapnya. Hal ini dikarenakan rasa takut akan reaksi orang-orang disekitarnya. Karena masih banyaknya orang yang bukannya mensupport namun malah menyalahkan korban. Sehingga mereka tidak berani untuk speak up.

 

Buat kalian yang membaca tulisan ini, ayo mulai mengubah cara pandang kita. Mereka adalah korban, bukan salah mereka bila mereka mengalami kekerasan seksual. Bantu mereka, support mereka, lindungi mereka.

Tidak ada komentar

Posting Komentar