Aku dan Perjalanan Hijrahku : Apatis

hijrah

Bagi saya semua hal yang merubah saya menjadi lebih baik adalah hijrah. Salah satunya saat saya akhirnya memutuskan menggunakan hijab disaat usia sudah menginjak 25 tahun. Terlambat, iya. Tapi nggak ada kata terlambat untuk sebuah kebaikan.

 

"Ketika kamu sudah berada di jalan menuju Allah maka berlarilah. Jika itu sulit bagimu maka berlari kecillah. Dan jika itupun tak bisa, maka merangkaklah. Namun jangan pernah berbalik arah ataupun berhenti " ( Imam Syafi'i )

Ketika sudah berada di jalan Allah merangkak aja akan terasa berat. Pasti banyak banget godaannya, banyak banget rintangannya. Seperti yang dijelaskan dalam Qs. Al-A'raf bahwa jika manusia berada dijalan Allah maka setan akan menghalanginya dari depan, belakang, kanan dan kiri. Thats why berhijrah itu nggak mudah. Setiap orang punya cerita sendiri buat hijrahnya.

Dulu, dulu sekali waktu masih SMP saya pernah berkeinginan untuk berhijab. Tapi kandas, karena masih ragu dan takut akan sebuah perubahan.

Saat Sma saya mulai apatis dengan agama saya. Saya merasa berhijab nggak penting, yang penting itu sikapnya. Ngapain berhijab kalo toh kenyataannya masih suka maksiat. Masih suka nyontek, baju masih ketat-ketat, bahkan shalat aja jarang. Jadi menurut saya waktu itu lebih baik perbaiki aja sikapnya baru nanti berhijab.

Saat masuk bangku perkuliahan, saya termasuk dari 9 anak yang tidak berhijab di kelas. Di fakultas saya memang mayoritas mahasiswinya berhijab. Setiap semester selalu ada temen saya yang memutuskan untuk berhijab.

Mulai banyak yang menyarankan saya untuk berhijab. Kalo saya udah di bilangin gitu, saya jawabnya "nanti kalo disuruh sama suami", sambil slengekan nggak serius. Sayapun mulai bertanya-tanya, alasan nih temen-temen saya knapa kok akhirnya memutuskan berhijab.

Jawabannya banyak. Saya juga sempet tanya Lintang dia jawabnya "ya soalnya behijab itu kewajiban bagi wanita muslim, kayak shalat, suka gak suka ya harus di lakukan". Tapi teteup sayanya masih nggak puas sama semua jawaban. Begitulah saya waktu itu, terlalu banyak bertanya tapi nggak mau cari tahu. Terlalu banyak menyangkal tapi nggak mau belajar.

Sampai akhirnya di tahun 2013 saya bertemu dengan dia. Panggil saja si mantan. Dia memperkenalkan saya dengan agama saya. Banyak banget pelajaran yang saya terima dari dia. Karena dia saya jadi mulai peduli dengan agama saya.

Saya mulai mau belajar. Saya mulai mau ikut kajian. Sampai dia bilang "Istri itu tanggung jawab suami, kalo nanti istriku nggak berhijab, bagaimana aku akan mempertanggung jawabkannya di depan Allah. Apa kamu mau aku masuk neraka karena kamu nggak mau berhijab?". Ya, waktu itu saya berharap akan menjadi istrinya. Dan saya dengan mantab memutuskan menggunakan hijab di awal February 2014.

Nggak banget ya, alasan awal saya untuk berhijab. Tapi mungkin ini emank jalan saya. Lucu, saya yang terlalu banyak menyangkal dan terlalu banyak alasan buat menolak behijab ini akhirnya luluh hanya karena sekelumit kata itu. Kalo di inget-inget lagi rasanya memalukan.

Tapi saya bersyukur bertemu sama dia, karena dia akhirnya saya bisa berubah menjadi lebih baik. Nggak apatis lagi sama agama saya.

Dan sekarang saya berusaha untuk tetap istiqomah di jalan Allah, walau harus merangkak rangkak. Kita saling mendoakan ya gaes biar bisa tetap istiqomah. Aamiin

Tidak ada komentar

Posting Komentar