dkjshfkmdsacknbajcndwakncdiejhceuiwj

Kumpulan Cerita Perjalanan

Mata Orang Lain

Sebenarnya tak perlulah kita melihat dari mata orang lain. Tak semua yang menjadi standart orang lain bagus buat kita.


Beberapa waktu lalu saya buat instastories yang saya ambil dari buku yang sedang saya baca.


"Urusan pribadi orang lain oleh orang-orang kampung rupanya telah di ubah seolah-olah urusan banyak orang, urusan mereka. Padahal entah apa kepentingan mereka dengan pernikahan Romlah atau siapa pun yang akan jadi suaminya."
Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya hlm 86


Sebenarnya cuma buat selfnote aja biar nggak terlalu mencampuri urusan orang lain. Tau ndiri kan netijen jaman now nyiyirnya macam apa.


Tiba-tiba ada seorang teman nge DM. "Pasti gara-gara keseringan di tanya kapan kawin ya?"
Saya jawab dengan candaan dan diapun menjawab.
"Masih mending di tanya kapan kawin dari pada di tanyain udah isi apa blom?"


Pertanyaan-pertanyaan kayak gini emank ada fase-fasenya. Kalo belum nikah ya ditanyanya kapan nikah? Kalo belum hamil ditanyanya uda isi belum? Kalo uda punya anak ditanyanya uda bisa apa aja anaknya? Dan begitu seterusnya sampai negara api menyerang.


Kalo pertanyaan pertanyaan itu terlalu kita masukin ke hati pasti dongkolnya nggak habis-habis. Bukankah lebih baik di senyumin aja.


Beda kasus lagi, sering banget temen bilang "enak ya jalan-jalan terus". Padahal mereka lebih sering jalan-jalannya dari pada saya. Dan dijawab "seruan kamu kali, ke gunung kayak gitu". Yaelah padahal saya juga kadang pingin kayak situ yang jalan-jalan nenteng koper bukannya carrier.


Kadang kita ngerasa orang lain hidupnya lebih menyenangkan dari pada kita. Merasa milik orang lain lebih baik daripada milik kita. Dibalik itu pun di mata orang lain hidup kita terlihat menyenangkan dari pada hidup mereka. Dan apa yang kita miliki lebih baik daripada yang mereka miliki.


Yuk lebih banyak bersyukur dari apa yang telah kita miliki.

Serba Serbi Ramadhan : Uang Baru

uang baru

Uang Baru


Beberapa hari ini jalanan menuju ke Pasar Besar macet parah. Puasa-puasa, siang hari yang panas, di atas motor, dan terjebak macet, Ya Allah cobaan apa lagi ini. Itulah kenapa saya paling males kalo harus ke pasar buat belanja keperluan toko pas puasaan gini, apa lagi saat lebaran yang semakin mendekat.


Untuk mengalihkan rasa capek di tengah kemacetan dengan barang bawaan yang seabrek ini, mata saya jelalatan ke tiap-tiap ruas jalan yang terlewati. Mulai banyak orang-orang yang pamer duit baru yang mulus kinyis-kinyis. Mereka menatanya dipapan kotak yang terbuat dari triplek. Ditambah lagi beberapa gepok uang yang di pajang di atas meja. Macam horaaang kayaaah aja.


Entah mulai kapan, di Kota saya ini muncul penukaran yang baru. Eitsss jangan seneng dulu gaes, mereka nggak mau nukar secara cuma-cuma kayak mbak-mbak teller yang cantik-cantik itu. Biasanya mereka mengambil untung sekitaran 10% dari uang yang akan kalian tukar. Tukar seratus ribu berarti dapatnya sembilan puluh ribu. Begitu seterusnya.


Meskipun begitu tetap saja banyak peminatnya. Terlihat dari semakin banyaknya mas-mas dan mbak-mbak yang menggelar lapak tiap tahunnya. Kalo saya mah ogah, sayang banget donk duit saya berkurang hanya demi segepok uang kinyis-kinyis *maap orangnya perhitungan banget wkwkw.


Lebaran, identik dengan "salam tempel", sama halnya seperti "angpao" saat hari raya china. Salam tempel inilah yang paling di tunggu sama anak-anak dan mereka paling demen kalo dapat uang baru. Mungkin karena itulah mulai muncul tradisi menukarkan uang sebelum lebaran.


"Jika emas jual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, kurma dijual dengan kurma dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tersebut dan orang yang memberinya sama-sama dalam dosa."
(HR Muslim)


Nah gaes, sekarang masih mau nukarin uang di jalanan? Toh memberi kan nggak harus pakai uang baru, yang penting uangnya nggak sobek-sobek dan nggak di setreples karena nanti di marahin Pak Jokowi.


Lagi pula yang nerima juga pasti seneng-seneng aja di kasih. Walau uangnya nggak mulus kan masih laku kalo dibeliin barang. Kalopun masih pingin punya uang baru, bisa kok di tuker di bank yang nggak perlu di mintain biaya  jasa penukaran. Paling-paling dimintain uang Parkir. Hehehe.


#Serbaserbiramadhan #ramadhanbercerita #selfnote